Dalam khazanah mitologi Hindu dan budaya Bali, sosok Dewa Ganesha dikenal sebagai lambang kebijaksanaan, kecerdasan, dan pengusir segala rintangan. Di Indonesia, Ganesha menjadi simbol yang sangat dihormati dan dijadikan ikon Institut Teknologi Bandung (ITB), sebagai lambang semangat intelektual dan ketekunan dalam menuntut ilmu. Namun, tidak banyak yang mengetahui kisah mengapa salah satu gading Ganesha patah dan kampak istimewa apa yang dipegangnya.
Untuk memahami hal ini, kita harus menelusuri kisah epik yang melibatkan pertarungan antara Ganesha dan seorang makhluk abadi bernama Paramasura. Paramasura adalah sosok dalam mitologi yang memiliki kekuatan luar biasa dan senjata sakti bernama kandik, sebuah kampak tradisional Bali yang bukan hanya berfungsi sebagai alat perang, tetapi juga memiliki nilai spiritual dan budaya yang sangat tinggi. Kandik ini diberikan langsung oleh Dewa Siwa, ayah Ganesha, sebagai tanda kepercayaan dan kekuatan. Senjata ini memiliki ujung yang berbentuk mata tombak yang runcing dan tajam, sementara ujung lainnya diukir membentuk bulatan yang indah, melambangkan keseimbangan antara kekuatan dan keindahan. Dalam mitologi Bali, kandik dikenal sebagai Ayudha Dewata, senjata para dewa yang sarat makna dan kekuatan magis.
Paramasura merasa bahwa dengan kekuatan abadi dan kandik pemberian Siwa, ia berhak untuk menuntut tempat di antara para dewa. Ia pun mencoba memasuki kediaman Siwa dan Parwati, yang merupakan tempat suci dan penuh kedamaian. Namun, Paramasura dihadang Ganesha yang bertugas sebagai penjaga pintu kediaman orang tuanya. Mereka lalu bertarung.
Pertarungan antara Ganesha dan Paramasura bukan sekadar duel fisik, melainkan juga simbol pertarungan antara kekuatan dan kebijaksanaan, antara ambisi dan kewajiban. Dalam pertempuran yang sengit itu, Ganesha terlambat menyadari bahwa kampak kandik yang digunakan Paramasura adalah pemberian ayahnya sendiri, Dewa Siwa. Alhasil, kampak kandik Paramasura berhasil memotong salah satu gading Ganesha.
Parwati, yang menyaksikan pertempuran itu, sangat marah dan hendak mengutuk Paramasura, namun Dewa Siwa menenangkan situasi dengan bijaksana. Paramasura pun meminta maaf dan menyerahkan kampak kandiknya kepada Ganesha sebagai tanda perdamaian dan penghormatan. Dalam versi lain yang tercatat dalam Kitab Suaradhahana, diceritakan bahwa gading Ganesha patah ketika ia berperang melawan raksasa Nilarudraka, makhluk yang hanya bisa dikalahkan oleh makhluk yang bukan manusia dan bukan binatang. Ganesha memenuhi syarat tersebut dan berhasil membunuh raksasa itu, meskipun harus kehilangan salah satu gadingnya dalam prosesnya.
Kisah pertarungan Ganesha dengan Paramasura yang menggunakan kampak kandik sebagai senjatanya telah mengilhami berbagai karya seni dan inovasi budaya modern, salah satunya adalah adaptasi bentuk kampak kandik menjadi produk budaya populer berupa gitar listrik. Inovasi ini dipelopori oleh Dr. Harry Nuriman, seorang dosen dari Kelompok Keahlian Ilmu-ilmu Kemanusiaan (KKIK), yang berhasil menggabungkan warisan budaya tradisional dengan teknologi musik modern.
Penelitian Dr. Harry Nuriman ini didanai oleh P2MI ITB yang memberikan dukungan finansial dan sumber daya untuk mengembangkan prototipe gitar listrik yang mengadaptasi bentuk kampak kandik secara estetis dan fungsional. Proses pengembangan prototipe ini tidak hanya melibatkan aspek desain visual, tetapi juga mempertimbangkan ergonomi, kualitas suara, dan daya tarik artistik agar gitar tersebut dapat diterima oleh para musisi dan pecinta seni modern.
Gitar kampak kandik merupakan sebuah inovasi instrumen musik yang menggabungkan nilai-nilai budaya tradisional dengan teknologi modern dalam pembuatan gitar elektrik. Proses pembuatan gitar kampak kandik ini tidak hanya sekadar produksi alat musik biasa, melainkan melalui riset mendalam yang mengkaji aspek historis, estetika, dan ergonomis agar menghasilkan gitar yang tidak hanya indah dipandang tetapi juga nyaman dimainkan. Dalam teks ini, akan dijelaskan secara rinci bagaimana peneliti melakukan riset, proses desain, pemilihan bahan, pembuatan prototipe, hingga langkah-langkah perlindungan hak kekayaan intelektual dan rencana produksi massal yang melibatkan berbagai pihak.
Riset dan Kajian Bentuk
Langkah awal dalam pembuatan gitar kampak kandik adalah melakukan riset mendalam mengenai bentuk kampak kandik yang dipegang oleh sosok Ganesha, yang menjadi inspirasi utama desain gitar ini. Peneliti memanfaatkan berbagai sumber sejarah dan seni rupa untuk mendapatkan gambaran yang akurat dan autentik. Sumber-sumber tersebut meliputi arca-arca kuno yang menggambarkan Ganesha memegang kampak kandik, relief-relief pada candi dan bangunan bersejarah, serta manuskrip-manuskrip sejarah yang memuat deskripsi atau ilustrasi terkait kampak kandik.
Melalui pengamatan langsung terhadap arca dan relief, peneliti dapat mempelajari proporsi, bentuk, dan detail ornamen kampak kandik secara visual. Pendekatan ini memungkinkan peneliti memahami karakteristik khas kampak kandik yang membedakannya dari jenis kapak atau alat serupa lainnya. Selain itu, kajian manuskrip sejarah memberikan konteks budaya dan filosofis yang memperkaya pemahaman tentang makna simbolis kampak kandik dalam tradisi lokal. Kombinasi data visual dan tekstual ini menjadi dasar yang kuat untuk merancang gitar yang tidak hanya merepresentasikan bentuk kampak kandik secara akurat, tetapi juga mengandung nilai-nilai budaya yang mendalam.
Faktor Estetika dan Ergonomi
Setelah memperoleh gambaran bentuk kampak kandik yang autentik, peneliti melanjutkan ke tahap desain gitar dengan mempertimbangkan dua aspek utama: estetika dan ergonomi. Estetika menjadi perhatian penting agar gitar kampak kandik memiliki daya tarik visual yang kuat dan mampu merepresentasikan keindahan bentuk tradisional kampak kandik secara modern. Namun, estetika saja tidak cukup; gitar juga harus dirancang agar nyaman dan mudah dimainkan oleh musisi dari berbagai tingkat keahlian.
Untuk itu, peneliti melakukan penyesuaian bentuk gitar kampak kandik agar tetap ergonomis. Hal ini meliputi pengaturan dimensi bodi gitar, lekukan, dan posisi komponen seperti neck dan fretboard agar sesuai dengan postur dan gerakan tangan pemain. Desain ergonomis ini bertujuan mengurangi kelelahan saat bermain dan meningkatkan kontrol serta presisi dalam memainkan gitar. Dengan demikian, gitar kampak kandik menjadi instrumen yang tidak hanya indah secara visual tetapi juga fungsional dan nyaman digunakan dalam berbagai situasi pertunjukan.
Kolaborasi dengan Luthier Profesional
Untuk mewujudkan desain menjadi gitar kampak kandik yang nyata, peneliti menggandeng luthier profesional dari Joko Indonesian Guitar. Luthier adalah pengrajin gitar yang memiliki keahlian khusus dalam membentuk, merakit, dan menyempurnakan instrumen musik. Kolaborasi ini penting agar prototipe gitar kampak kandik dapat dibuat dengan presisi tinggi dan memenuhi standar kualitas yang diharapkan.
Proses pembuatan prototipe melibatkan beberapa tahap, mulai dari pemotongan dan pembentukan kayu sesuai desain, pemasangan komponen elektronik dan mekanik, hingga finishing yang memperhatikan detail estetika. Selama proses ini, prototipe diuji coba untuk memastikan kenyamanan bermain dan kualitas suara. Jika ditemukan kekurangan, dilakukan revisi desain dan perbaikan hingga prototipe mencapai tahap final yang siap diproduksi lebih lanjut.
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
Setelah prototipe gitar kampak kandik mencapai tahap final, langkah penting berikutnya adalah melindungi desain dan inovasi ini melalui pendaftaran hak kekayaan intelektual (HKI). Pendaftaran dilakukan di Departemen Kehakiman Republik Indonesia oleh Lembaga Pengelola Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) /DKST Institut Teknologi Bandung.
Perlindungan HAKI ini memberikan jaminan hukum atas kepemilikan desain gitar kampak kandik, mencegah peniruan atau penggunaan tanpa izin oleh pihak lain. Selain itu, HKI juga meningkatkan nilai komersial produk dan membuka peluang untuk pengembangan bisnis yang lebih luas. Proses pendaftaran meliputi pengajuan dokumen desain, bukti inovasi, dan pemeriksaan administratif oleh instansi terkait hingga diterbitkannya sertifikat HAKI.
Produksi Massal dan Keterlibatan UMKM
Untuk menjangkau pasar yang lebih luas dan mendukung pengembangan ekonomi lokal, produksi massal gitar kampak kandik direncanakan melibatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Keterlibatan UMKM ini tidak hanya memberikan peluang bisnis bagi pelaku usaha kecil, tetapi juga memperkuat ekosistem produksi yang berkelanjutan dan berbasis komunitas.
UMKM akan dilatih dan dibimbing dalam proses produksi gitar kampak kandik agar memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Dengan demikian, produksi massal dapat berjalan efisien dan menghasilkan produk yang konsisten. Pendekatan ini juga mendukung pemerataan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat lokal melalui pengembangan keterampilan dan penciptaan lapangan kerja.
Pembentukan Startup Kolibri dan Pendampingan Profesional
Sebagai bagian dari upaya pengembangan bisnis dan inovasi, sebuah perusahaan rintisan (startup) bernama Kolibri telah dibentuk. Startup ini terdiri dari tim multidisiplin yang melibatkan John Christian dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) ITB, Rayhan Yaumil dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, serta Saniyah Pertiwi dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadjaran (Unpad).
Kolibri bertujuan mengelola produksi, pemasaran, dan pengembangan produk gitar kampak kandik secara profesional dan inovatif. Sebagai startup yang masih berkembang, Kolibri memerlukan bimbingan dan arahan dari para ahli di bidang musik dan bisnis. Oleh karena itu, LPIK/DKST ITB menunjuk Grahadea Kusuf sebagai mentor dan pembimbing. Grahadea Kusuf adalah musisi dan produser rekaman ternama asal Indonesia, dikenal sebagai pemain synth dalam grup electropop HMGNC (sebelumnya Homogenic) yang berasal dari Bandung, serta CEO dari perusahaan teknologi musik Kuassa.
Pendampingan dari Grahadea Kusuf memberikan nilai tambah strategis bagi Kolibri, terutama dalam hal pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar musik modern, branding, dan jaringan industri musik. Hal ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan startup dan memperluas jangkauan gitar kampak kandik di pasar nasional maupun internasional.
Proses pembuatan gitar kampak kandik merupakan perpaduan antara riset budaya yang mendalam, desain inovatif yang mengutamakan estetika dan ergonomi, pemilihan bahan berkualitas dan berkelanjutan, serta kolaborasi dengan pengrajin profesional. Perlindungan hak kekayaan intelektual dan keterlibatan UMKM dalam produksi massal menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan dan pemberdayaan ekonomi lokal. Pembentukan startup Kolibri dan pendampingan dari musisi profesional menambah dimensi bisnis dan inovasi yang kuat, membuka peluang besar bagi gitar kampak kandik untuk dikenal luas dan menjadi ikon instrumen musik yang mengangkat warisan budaya Indonesia ke panggung global.
Dengan pendekatan yang holistik dan terintegrasi ini, gitar kampak kandik tidak hanya menjadi alat musik, tetapi juga simbol kreativitas, inovasi, dan kolaborasi lintas disiplin yang mampu menginspirasi generasi muda dan pelaku industri kreatif di Indonesia. Proyek ini menjadi contoh nyata bagaimana warisan budaya dapat dihidupkan kembali melalui teknologi dan desain modern, sekaligus memberikan kontribusi positif bagi perkembangan seni dan ekonomi kreatif nasional.
Gitar kandik melengkapi jajaran gitar listrik yang mengadaptasi bentuk senjata tradisional Indonesia yang telah lebih dulu dikembangkan oleh Dr. Harry Nuriman. Sebelumnya, Harry telah merancang gitar trisula Majapahit, serta gitar kujang Padjadjaran. Ketiga gitar ini kini menjadi koleksi unik yang memadukan seni, budaya, dan teknologi, serta menjadi bukti nyata bagaimana warisan budaya dapat dihidupkan kembali dalam bentuk yang relevan dengan zaman.
Saat ini, ketiga gitar listrik berbentuk senjata tradisional tersebut sedang dipamerkan di Lippo Mall, Kuta, Bali. Pameran ini tidak hanya menampilkan keindahan dan keunikan desain gitar, tetapi juga mengedukasi pengunjung mengenai sejarah dan makna budaya di balik setiap senjata yang diadaptasi.
Adaptasi senjata tradisional menjadi produk budaya populer seperti gitar listrik memiliki manfaat besar dalam pelestarian budaya, terutama untuk generasi muda. Di era globalisasi dan digitalisasi yang semakin pesat, banyak nilai-nilai budaya tradisional yang terancam terlupakan. Dengan mengintegrasikan elemen budaya ke dalam produk yang digemari oleh anak muda, seperti alat musik modern, nilai-nilai tersebut dapat hidup kembali dan diterima secara alami dalam kehidupan sehari-hari. Gitar kandik dan gitar-gitar senjata tradisional lainnya menjadi media edukasi yang efektif, menghubungkan generasi muda dengan akar budaya mereka melalui pengalaman bermain musik dan apresiasi seni.
Selain itu, inovasi ini juga membuka peluang baru dalam industri kreatif dan ekonomi budaya. Produk-produk seperti gitar kandik tidak hanya bernilai seni tinggi, tetapi juga memiliki potensi pasar yang luas, baik di dalam negeri maupun internasional. Hal ini mendorong tumbuhnya ekosistem inovasi yang menggabungkan riset, pendidikan, kewirausahaan, dan pelestarian budaya secara sinergis. Dengan demikian, karya-karya seperti gitar kandik tidak hanya menjadi simbol kebanggaan budaya, tetapi juga sumber penghidupan dan pengembangan ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
Lebih jauh lagi, keberhasilan Dr. Harry Nuriman dan Kolibri Instruments dalam mengembangkan dan memasarkan gitar kandik menunjukkan pentingnya kolaborasi antara akademisi, lembaga riset, pemerintah, dan pelaku industri kreatif. Dukungan dari PPMI dan LPIK/DKST menjadi contoh nyata bagaimana sinergi antar berbagai pihak dapat menghasilkan inovasi yang bermakna dan berdampak luas. Pendekatan ini dapat menjadi model bagi pengembangan produk budaya lainnya yang mengangkat kekayaan tradisi Indonesia ke panggung dunia.
Secara keseluruhan, kisah inspiratif di balik gitar kandik mengajarkan kita bahwa pelestarian budaya tidak harus terkungkung dalam bentuk-bentuk tradisional yang statis. Dengan kreativitas dan inovasi, warisan budaya dapat dihidupkan kembali dalam bentuk yang relevan dan menarik bagi generasi masa kini. Gitar kandik adalah bukti nyata bahwa budaya dan teknologi dapat berjalan beriringan, saling memperkaya, dan menciptakan nilai baru yang bermanfaat bagi masyarakat luas.