Mendongkrak Nilai Tambah Jahe dan Petani

Dr. Rijanti Rahaju Maulani, S.P., M.Si.

Kelompok Keilmuan Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk, SITH ITB

TANAMAN jahe yang dibudidayakan secara turun temurun di Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya memiliki keunggulan serat yang lebih halus, kadar air tinggi dan rasanya tidak terlalu pedas. Desa Teluk Bayur,  salah satu sentra pertanian jahe di kecamatan itu membutuhkan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dalam menghadapi harga jahe yang rendah di saat produksi melimpah.

Kubu Raya merupakan satu di antara 14 kabupaten kota di Kalimantan Barat. Kabupaten ini terdiri dari sembilan kecamatan terkenal dengan sektor Pertanian. Jahe memang menjadi komoditas hortikultura unggulan di daerah ini, dengan jenis yang terkenal yaitu jahe putih atau jahe gajah.

Di Kubu Raya, Kecamatan Terentang dikenal sebagai kawasan budidaya jahe terbesar dengan potensi kawasan jahe yang bisa ditanam berkisar 200 – 250 hektare. Lahan gambut yang biasa menjadi tantangan dalam pertanian, justru menjadi berkah. Tanaman jahe jenis ini disebutkan juga tetap produktif ditanam di lahan ini dengan teknik penanaman tertentu.

Salah satu tantangan terbesar bagi petani justru pada tahap pasca-panen. Selama ini petani jahe di Desa Teluk Bayur hanya menjual produknya dalam bentuk segar yang kondisi harganya sangat tergantung kepada harga di pasaran. Ketika harga sedang rendah kadang-kadang petani merugi karena penerimaan yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Menghadapi kondisi tersebut, Kepala Desa Teluk Bayur Agustari, S.Pd.I. melalui platform aplikasi Desanesha menyampaikan permasalahan di desanya kepada para ilmuwan yang ada di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dalam platform komunikasi yang dibangun agar desa-desa bisa berkomunikasi dengan para pakar ITB tersebut, kepala desa meminta agar ITB turut membantu mencarikan solusi.

Bak gayung bersambut, Direktorat Pengabdian Masyarakat dan Layanan Kepakaran (DPMK) ITB menurunkan tim ilmuwan untuk membantu memecahkan solusi dalam usaha tani jahe, sebagai bentuk kontribusi nyata dalam mendukung pengembangan potensi lokal dan pemberdayaan masyarakat desa di bawah payung program Pengabdian Masyarakat ITB skema Bottom Up Tahun 2025.

Tim diketuai oleh Dr. Ir. Rijanti Rahaju Maulani, S.P., M.Si., dengan anggota tim yang terdiri dari Dr. Ir. Dadang Sumardi, M.P., Dr. Ir. Mia Rosmiati, M.P., dan Dr. Nita Yuniati, S.P., M.P., dibantu oleh asisten program Muhammad Naufal Haitami, S.T. serta dua orang mahasiswa Hans Rizkinta Pardamen Ginting, dan Noverdo Purba.

Sejalan dengan potensi lokal desa yang memiliki produksi jahe segar melimpah, kegiatan tersebut mengusung tema “Penganekaragaman Olahan Jahe (Zingiber officinalle) sebagai Produk Bernilai Ekonomis Tinggi untuk Meningkatkan Pendapatan masyarakat di Desa Teluk Bayur, Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Kegiatan tahap pertama dilaksanakan pada tanggal akhir Juni 2025 lalu, diawali dengan kunjungan Tim ITB ke Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Kubu Raya. Pada pertemuan tersebut, Kepala Bidang Hortikultura Fitriyandi Radsyi, S.P., M.M., yang dengan sangat terbuka menerima dan akan mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah binaannya.

Pada kesempatan itu, disampaikan harapan agar kegiatan tersebut tidak hanya dilakukan di desa Teluk Bayur saja tetapi untuk seluruh desa di wilayah Kabupaten Kubu Raya yang memiliki komoditas potensial jahe. DKPP ingin menjalin kerjasama yang berkesinambungan antara pemerintah Kabupaten Kubu Raya khususnya DKPP dengan ITB secara legal melalui MoU (Memorandum of Understanding) sehingga cakupan kegiatannya bisa lebih luas lagi.

Produk turunan

Tim ITB kemudian menuju Desa Teluk Bayur melalui jalan darat dan menyusuri sungai Kapuas. Kegiatan yang dilaksanakan di desa adalah pelatihan kepada masyarakat dengan melibatkan peserta dari kelompok ibu-ibu PKK dan petani komoditas jahe. Kegiatan dibuka oleh kepala desa Agustari, S.Pd.I. yang juga didampingi oleh Petugas Penyuluhan Pertanian dari DKPP Kabupaten Kubu Raya.

Pelatihan dilaksanakan selama dua hari berturut-turut. Materi yang disampaikan oleh Tim ITB bukan hanya teori, tetapi langsung mempraktikkan bagaimana mengolah jahe menjadi produk turunan yang bernilai ekonomi lebih tinggi, motivasi untuk berwirausaha, sekaligus memperluas jangkauan pasar melalui pemasaran digital.

Pada hari pertama peserta mendapatkan pengantar berupa manajemen kewirausahaan dengan pemateri Dr. Ir. Mia Rosmiati, M.P. dari kelompok keahlian Manajemen Sumber Daya Hayati SITH-ITB. Manajemen kewirausahaan ini disampaikan agar masyarakat dapat mengelola potensi ekonomis secara kreatif dan inovatif untuk menghasilkan produk olahan jahe yang bernilai jual tinggi.

Usaha kecil bidang agrobisnis, yaitu pertanian dan peternakan, menurut Dr. Mia, merupakan komoditas yang paling banyak dibutuhkan manusia setiap harinya. Wirausaha, paparnya, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan penghasilan. Upaya pingkatan perekonomian keluarga dengan berwirausaha berdampak positif dalam memperbaiki ekonomi keluarga.

Simplisia dan serbuk jahe

Sesi berikutnya dilanjutkan dengan pelatihan teknis pengolahan pasca-panen jahe menjadi berbagai produk olahan bernilai ekonomis tinggi. Penanganan pasca-panen merupakan perlakuan pada hasil panen hingga produk siap dikonsumsi.

Dengan memiliki pengetahuan dan kemampuan mengolah jahe menjadi produk siap dikonsumsi, selain mengurangi ketergantungan pada keterbatasan pasar jahe segar dalam menampung hasil panen, juga memberi nilai tambah yang signifikan bagi jahe yang diolah petani.

Materi dan praktik dalam pengolahan pasca panen jahe ini disampaikan oleh Dr. Rijanti Rahaju Maulani dan Dr. Dadang Sumardi.  Pengolahan meliputi proses pembuatan simplisia jahe atau jahe kering yang berfungsi dalam memperpanjang umur jahe, pembuatan bubuk jahe, serbuk jahe instan, sirup jahe, dan permen jahe. Selain itu diperkenalkan juga bagaimana cara membuat minuman jahe segar yang dibuat dari serbuk jahe instan atau sirup jahe.

Simplisia menjadi proses dasar dari produksi olahan jahe tingkat lanjutan. Pada proses ini, para petani jahe secara langsung melakukan proses penyiapan bahan baku dan peralatan, proses pengolahan, pengemasan hingga penyimpanan.

Melalui proses ini, simplisia jahe dapat dijual langsung atau disimpan selama berbulan-bulan, sehingga terhindar dari pembusukan dan membuat petani tidak terdampak pada penurunan harga ketika produksi berlimpah.

Pengetahuan dan kemampuan pengolahan pasca-panen jahe diperkaya lebih lanjut melalui sesi pembuatan bubuk atau serbuk jahe. Serbuk merupakan hasil olahan lanjutan dari simplisia melalui penepungan yang mempermudah proses distribusi dan pengolahan selanjutnya (penyulingan, ekstrak, dll.).

Secara langsung, para petani dan masyarakat mempraktikkan proses penepungan, pengemasan dan pelabelan, serta penyimpanan serbuk jahe. Melalui penanganan yang baik, masa simpan produk jahe ini bisa mencapai beberapa bulan sampai satu tahun, tergantung kepada cara pengemasannya. Seperti hasil produk simplisia rajangan jahe, serbuk ini juga dapat dijual langsung dengan nilai tambah lebih tinggi.

Melengkapi praktik produksi simplisia dan serbuk, masyarakat desa juga diajak mempraktikkan langsung produk siap konsumsi melalui sesi produksi bubuk jahe instan, dan beberapa resep olahan jahe, seperti permen jelly, sirup jahe, dan lemon ginger syrup.

Manajemen & pemasaran digital

Dari sesi pengolahan, para peserta yang sangat aktif mengikuti pelatihan dan praktik yang disampaikan, mendapatkan berbagai bentuk olahan jahe, mulai dari simplisia berupa rajangan jahe kering, serbuk jahe, jahe instan, jelly hingga permen jahe. Berbagai produk olahan tersebut tentunya dapat menjadi titik awal dari usaha mandiri berbasis produk jahe.

Oleh karena itu, pada hari berikutnya, ilmuwan ITB Dr. Mia Rosmiati membekali peserta berupa teori dan praktik menyusun pembukuan keuangan dalam berusaha. Sesi ini diberikan agar peserta dapat mengelola usaha secara tertib, efisien, dan berkelanjutan.

Pengabdian kepada masyarakat dari ITB ini juga dilengkapi dengan sesi pemasaran digital yang diberikan oleh Dr. Nita Yuniati. Para peserta diperkenalkan dengan pemasaran produk melalui internet baik melalui sosial media seperti Instagram, Tiktok, Whatsapp, Facebook, dll., juga memperkenalkan cara pemasaran produk melalui e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, dll.

Dr. Nita memaparkan bahwa pemasaran digital adalah peluang besar bagi petani jahe untuk meningkatkan penghasilan, memperluas pasar, dan naik kelas. Produk olahan jahe punya permintaan tinggi, terutama untuk kebutuhan kesehatan, herbal, dan gaya hidup sehat.

“Menjual secara online tidak perlu mahal atau rumit — bisa dimulai dari HP dan internet sederhana,” katanya. Secara praktis, para peserta juga diajarkan bagaimana cara mengambil foto produk olahan jahe yang baik serta membuat kalimat promosi yang menarik untuk digunakan di dalam pemasaran digital.***

Artikel Pendukung

Penganganan pascapanen merupakan perlakuan yang diberikan pada hasil panen hingga produk siap dikonsumsi. Dalam melakukan penanganan pasca panen yang baik perlu diperhatikan cara dan waktu pengumpulan yang dilakukan dalam kegiatan penanganan pasca panen jahe, mulai dari proses pembuatan simplisia hingga produksi olahan siap konsumsi.

Dalam pengolahan pascapanen jahe, diberikan praktik langsung proses pembuatan simplisia dan serbuk jahe. Proses ini dimaksudkan memperpanjang masa simpan jahe hasil panen sekaligus juga bisa dijual secara langsung dengan telah mendapat nilai tambah. Pengolahan lainnya adalah pembuatan produk siap konsumsi, baik berupa jahe instan hingga permen dan sirup jahe.

Simplisia Jahe

Secara umum, simplisia jahe menghasilkan produk jahe yang telah dirajang dalam kemasan yang memungkinkan untuk diolah lebih lanjut. Dalam proses ini, petani dilatih melakukan proses penyiapan, yaitu penyiapan bahan baku jahe, penyediaan air, serta penyiapan peralatan dan bahan kemasan.

Tahap utama berikutnya adalah proses pengolahan, yang terdiri dari penyortiran, pencucian dan penirisan, perajangan, pengeringan, penyortiran akhir, pengkelasan (grading) dan penimbangan, pengemasan dan pelabelan, serta penyimpanan. Sejumlah catatan dalam proses ini, antara lain pemilihan air dari sumber air bersih yang terhindar dari kontaminasi bakteri, perajangan pada ketebalan tertentu agar atsiri dan zat aktif jahe tetap terjaga, hingga syarat-syarat pengeringan dan penyimpanan yang baik.

Serbuk jahe

Dari hasil simplisia berupa rajangan, petani dapat melanjutkan melakukan proses membuat serbuk jahe. Proses penepungan ini dilakukan untuk mendapatkan produk dalam bentuk bubuk/serbuk dengan kehalusan tertentu dengan menggunakan mesin penepung.

Kehalusan partikel bubuk/serbuk disesuaikan dengan kebutuhan. Pada produk teh jahe, diperlukan kehalusan 30-40 mesh, sementara untuk ekstraksi sebesar 40-60 mesh

Bubuk jahe instan

Prinsip kerja yang dilakukan dalam pembuatan bubuk instan adalah filtrasi dan kristalisasi. Kristalisasi merupakan peristiwa pembentukan kristal-kristal padat dalam suatu fase homogen. Prinsip dari kristalisasi adalah bahwa senyawa padat akan mudah terlarut dalam pelarut panas bila dibandingkan pada pelarut lebih dingin.

Peristiwa kristalisasi ditandai dengan pembentukan kristal padat. Dalam proses pembuatan bubuk instan empon-empon dibutuhkan bahan lain yaitu gula (sukrosa). Selain untuk mengkristalisasi bubur empon-empon, gula juga berfungsi sebagai bahan pemanis, penambah rasa, pembentukan gel dan pengawet alami.

94

views