Pantang Menyerah di Adobala

Di tengah keterbatasan akses pupuk dan kondisi lahan yang kurang subur, masyarakat Desa Adobala, Kecamatan Kelubagolit, Kabupaten Flores Timur, menunjukkan semangat pantang menyerah. Melalui kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan komunitas lokal, desa ini menjadi lokasi program pengabdian masyarakat bertema “Peningkatan Ketahanan Pangan Melalui Pelatihan Pertanian Regeneratif dan Pengelolaan Pasca Panen Berkelanjutan”. Program ini diselenggarakan pada 26 Agustus 2025 oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui Direktorat Pengabdian Masyarakat dan Layanan Kepakaran (DPMK) dengan skema bottom-up. Kegiatan ini merupakan jawaban atas permasalahan yang sebelumnya disampaikan warga melalui platform Desanesha ITB, sebuah kanal yang menghubungkan aspirasi masyarakat desa dengan perguruan tinggi.

Program ini menghadirkan sinergi lintas keilmuan dari para dosen ITB. Tim dipimpin oleh Anriansyah Renggaman, M.Sc., Ph.D. (Kelompok Keahlian Bioteknologi Mikroba, SITH ITB), bersama Prof. Ir. Ramadhani Eka Putra, M.Si., Ph.D. (Manajemen Sumber Daya Hayati), Intan Taufik, S.Si., M.Si., Ph.D. (Bioteknologi Mikroba), Sartika Indah Amalia Sudiarto, S.Si., M.Sc., Ph.D. (Ekologi), Dr. Indrawan Cahyo Adilaksono, S.T.P., M.Agr.Sc. (Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk), serta Dr. Eng. Pandji Prawisudha, S.T., M.T. (Ilmu dan Rekayasa Termal, FTMD ITB). Kolaborasi ini semakin kuat dengan keterlibatan dosen mitra dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, yaitu Dr. Ir. Jahirwan Ut Jasron, S.T., M.T. dan Wenseslaus Bunganaen, S.T., M.T., yang berperan penting dalam inovasi teknologi tepat guna berupa pembuatan drum pirolisis. Dukungan teknis di lapangan juga diperkuat oleh tim mahasiswa ITB yang dipimpin oleh Yokie Lidiantoro. Kolaborasi multi pihak ini mencerminkan model pengabdian masyarakat berbasis co-creation, di mana pengetahuan akademik, pengalaman lokal, dan kebutuhan masyarakat disatukan untuk menciptakan solusi berkelanjutan.

Salah satu persoalan utama yang dihadapi masyarakat Adobala adalah rendahnya kesuburan tanah dan sulitnya akses pupuk kimia. Untuk menjawab persoalan tersebut, tim ITB memperkenalkan konsep pertanian regeneratif terpadu. Prinsip utama sistem ini adalah meminimalkan gangguan tanah agar ekosistem mikroba tetap terjaga, memaksimalkan keanekaragaman tanaman melalui sistem tumpangsari seperti pola Three Sisters (jagung, kacang, dan labu) yang saling melengkapi kebutuhan nutrisi dan ruang tumbuh, serta menjaga tanah selalu tertutup dengan tanaman penutup tanah atau mulsa organik. Ke depan, sistem ini juga akan diintegrasikan dengan pemeliharaan ternak. Tanaman leguminosa seperti gamal dan lamtoro tidak hanya berfungsi sebagai pakan ternak berkualitas, tetapi juga sebagai penyubur tanah alami karena kemampuan fiksasi nitrogen. Dengan cara ini, masyarakat dapat membangun sistem pertanian mandiri yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Pelatihan tidak berhenti pada teori, tetapi juga langsung melibatkan masyarakat dalam praktik pembuatan pupuk organik dengan memanfaatkan sumber daya lokal seperti limbah dapur dan residu pertanian. Beberapa teknologi yang diperkenalkan antara lain pupuk organik cair (POC) dengan sistem ember tumpuk yang sederhana dan hemat biaya, teknik vermicomposting yang memanfaatkan cacing tanah untuk mengurai bahan organik menjadi pupuk padat kaya unsur hara, serta pembuatan worm trap dari bahan sekitar untuk menjaga ketersediaan cacing lokal tanpa harus membeli bibit dari luar desa. Pendekatan ini tidak hanya menyelesaikan persoalan pupuk, tetapi juga mendorong kemandirian masyarakat dalam mengelola limbah organik menjadi sumber daya produktif.

Selain aspek budidaya, kegiatan ini juga menyoroti pentingnya pengelolaan pasca panen. Tim ITB menyerahkan sejumlah peralatan inovatif berbasis energi terbarukan yang langsung diuji coba bersama Komunitas Energi Terbarukan (Konten) Narawayong Desa Adobala. Peralatan tersebut meliputi drum pirolisis untuk produksi arang aktif, rak pengering briket bertenaga surya yang mempercepat proses pengeringan, serta alat pencetak briket hidrolik yang meningkatkan efisiensi sekaligus menghasilkan briket dengan kualitas seragam. Salah seorang anggota komunitas menyampaikan apresiasinya, “Pemberian alat ini sangat membantu karena bisa langsung kami gunakan untuk meningkatkan produksi dan kualitas briket kelompok kami.” Dengan adanya teknologi ini, masyarakat tidak hanya mampu mengolah limbah menjadi energi alternatif, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomi melalui produk briket yang lebih berkualitas.

Kegiatan di Desa Adobala mendapat sambutan luar biasa. Partisipasi tidak hanya datang dari petani, tetapi juga komunitas lokal hingga siswa sekolah dasar. Antusiasme ini menjadi penanda kuat bahwa inisiatif yang dihadirkan berpotensi untuk berkelanjutan. Ketua program, Anriansyah Renggaman, menegaskan harapannya, “Harapannya program pengabdian ini dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan dapat menjadi percontohan bagi desa sekitar.” Semangat gotong royong yang ditunjukkan masyarakat menjadi modal penting dalam keberlanjutan program. Dengan dukungan pengetahuan dari perguruan tinggi dan penerapan teknologi tepat guna, Desa Adobala perlahan menapaki jalan menuju ketahanan pangan yang memadukan kearifan lokal dengan inovasi teknologi.

Program pengabdian di Desa Adobala tidak hanya sekadar pelatihan teknis, tetapi juga menghadirkan model kolaborasi multi pihak yang memperlihatkan bagaimana perguruan tinggi, pemerintah, dan komunitas lokal dapat bersinergi. Pendekatan ini membuktikan bahwa tantangan kompleks seperti keterbatasan pupuk dan degradasi lahan dapat dijawab melalui integrasi sains, teknologi, dan gotong royong masyarakat. Langkah kecil dari Adobala membuka peluang besar bagi desa-desa lain di Nusa Tenggara Timur dan wilayah Indonesia Timur pada umumnya. Dengan replikasi dan adaptasi, pendekatan pertanian regeneratif dan pengelolaan pasca panen berkelanjutan ini dapat menjadi fondasi baru ketahanan pangan nasional di tengah perubahan iklim dan keterbatasan sumber daya.

Untuk memastikan keberlanjutan program dan memperluas dampaknya, beberapa langkah strategis dan dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan. Berikut adalah poin-poin penting yang dapat mendukung keberhasilan jangka panjang dari inisiatif di Desa Adobala:

1. Replikasi Model ke Desa Lain

Kolaborasi antara ITB, Universitas Nusa Cendana, dan komunitas lokal di Adobala dapat dijadikan model percontohan. Desa-desa lain di Flores Timur dan Nusa Tenggara Timur memiliki tantangan serupa, seperti keterbatasan pupuk dan lahan yang kurang subur. Dengan menjadikan Adobala sebagai laboratorium hidup (living lab), pengalaman ini bisa direplikasi melalui pelatihan antar desa, kunjungan lapangan, atau program pertukaran petani.

2. Pengembangan Teknologi Tepat Guna

Inovasi alat seperti drum pirolisis, rak pengering briket bertenaga surya, dan alat pencetak briket hidrolik dapat membantu masyarakat meningkatkan produktivitas. Langkah berikutnya adalah mendorong masyarakat untuk memodifikasi dan mengembangkan teknologi sesuai kebutuhan lokal, misalnya memperbesar kapasitas cetakan briket atau menyesuaikan desain alat agar lebih hemat energi. Dukungan dari perguruan tinggi, LSM, atau lembaga riset dalam bentuk riset terapan sangat diperlukan untuk mempercepat proses ini.

3. Dukungan Pemasaran Produk

Produk pasca panen seperti briket memiliki potensi ekonomi yang besar. Namun, tanpa jaringan pemasaran yang kuat, manfaatnya tidak akan maksimal. Masyarakat luas dan pemerintah daerah dapat mendukung melalui berbagai cara, seperti membantu membentuk koperasi desa untuk pemasaran kolektif, memfasilitasi kerja sama dengan pelaku usaha, membuka akses ke platform e-commerce lokal, atau menghadirkan produk briket pada pameran energi terbarukan dan pertanian. Dukungan semacam ini akan memastikan masyarakat tidak hanya mampu memproduksi, tetapi juga memperoleh keuntungan ekonomi yang berkelanjutan.

4. Pemantauan dan Evaluasi Berkelanjutan

Inovasi seperti pupuk organik cair, vermicomposting, dan sistem tumpangsari perlu dievaluasi secara berkala untuk melihat efektivitasnya di lahan petani. Perguruan tinggi bersama pemerintah daerah dapat membuat program pemantauan sederhana yang melibatkan petani dalam pencatatan hasil panen, kesuburan tanah, atau produktivitas ternak. Hasil evaluasi dapat menjadi dasar perbaikan metode, sekaligus memperkuat rasa kepemilikan masyarakat terhadap teknologi yang diperkenalkan.

5. Peran Aktif Pemerintah Daerah

Dukungan pemerintah daerah sangat penting untuk memperkuat inisiatif masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan melalui kebijakan yang mendukung pertanian regeneratif, pemberian insentif bagi kelompok tani yang menerapkan praktik ramah lingkungan, hingga fasilitasi akses pasar produk briket dan pupuk organik. Selain itu, pemda juga dapat membantu dalam hal pelatihan lanjutan, penyediaan bibit tanaman leguminosa, serta membuka jejaring dengan pihak swasta yang tertarik mendukung program tanggung jawab sosial (CSR).

6. Dukungan dari Masyarakat Luas

Selain peran pemerintah dan akademisi, masyarakat luas juga bisa ikut berkontribusi. Konsumen dapat memilih untuk membeli produk ramah lingkungan seperti briket atau pupuk organik dari desa, sementara komunitas energi terbarukan atau pertanian dapat membantu mempromosikan inisiatif ini melalui media sosial dan jaringan mereka. Langkah sederhana seperti menyebarkan informasi juga dapat memperkuat visibilitas program di Desa Adobala.

265

views

28 October 2025